Proses pengawasan kepabeanan dapat dilakukan setelah proses pengeluaran barang atau post clearance. Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah audit kepabeanan. Prosedur audit kepabeanan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-35/BC/2017 (PER 35/2017).
Subjek dan Tujuan Audit Kepabeanan
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan. Secara umum, audit kepabeanan bertujuan untuk menguji tingkat kepatuhan pelaksanaan ketentuan kepabeanan.
Audit kepabeanan dapat dilakukan kepada importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan.
Jenis Audit Kepabeanan
Terdapat tiga jenis audit kepabeanan, yaitu audit umum, audit khusus, dan audit investigasi.
Audit Umum
Audit ini memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan. Audit umum dapat dilakukan terencana maupun sewaktu-waktu.
Audit Khusus
Audit khusus dilakukan untuk ruang lingkup tertentu. Misalnya, audit khusus dalam rangka keberatan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
Audit Investigasi
Proses audit investigasi dilakukan dalam rangka membantu proses penyelidikan dalam hal terdapat dugaan tindak pidana kepabeanan. Audit investigasi akan didahulukan pelaksanaannya dari audit umum dan audit khusus.
Periode Audit Kepabeanan
Pasal 20 ayat (1) PER 35/2017 mengatur audit umum dilakukan untuk periode 2 tahun sampai dengan akhir bulan sebelum diterbitkannya surat tugas kepada auditor. Sebagai contoh, surat tugas berdasarkan Nomor Penugasan Audit (NPA) diterbitkan pada tanggal 10 Januari 2024. Maka, periode yang kewajiban kepabeanannya diaudit adalah Januari 2022 sampai dengan Desember 2023.
Periode audit umum dapat diperpanjang maksimal 10 tahun. Perpanjangan dilakukan dalam hal terdapat indikasi pelanggaran yang berulang-ulang dalam periode atau di luar periode audit, terdapat informasi dari pihak lain, maupun atas perintah dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
Untuk audit khusus dan audit investigasi, cakupan periode audit dapat dilakukan sesuai kebutuhan berdasarkan ruang lingkup audit.
Pelaksanaan Audit Kepabeanan
Audit kepabeanan harus diselesaikan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal penugasan pada surat tugas. Selama proses audit, Tim Audit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang untuk meminta data audit, serta meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari auditee dan/atau pihak lain yang terkait. Tim Audit juga diberikan kewenangan untuk tempat penyimpanan data, sediaan barang, maupun barang untuk menghimpun informasi serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut.
Tim Audit juga dapat melakukan tindakan pengaman terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan, melakukan penegahan alat angkut, penyegelan barang dan alat angkut, melakukan pemeriksaan fisik, serta mengambil contoh sediaan barang untuk kepentingan pengujian barang.
Audit kepabeanan dibagi menjadi dua proses, yaitu pekerjaan lapangan dan pekerjaan kantor. Pekerjaan lapangan meliputi kegiatan penyampaian surat tugas atau surat perintah dan observasi, serta pengumpulan data dan informasi. Pekerjaan kantor adalah proses audit yang dilakukan di kantor pejabat bea dan cukai.
Dari proses dan hasil pengujian data dan informasi, tim audit akan menyusun Kertas Kerja Audit (KKA). KKA akan menjadi dasar tim audit menyusun Daftar Temuan Sementara (DTS). DTS merupakan daftar yang memuat temuan dan kesimpulan sementara hasil audit kepabeanan.
DTS disampaikan dan ditanggapi oleh auditee. Dari tanggapan auditee, proses dapat dilanjutkan ke pembahasan akhir dalam hal auditee menolak DTS, atau dilanjutkan ke penyusunan Laporan Hasil Audit yang akan menjadi dasar penetapan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea Cukai.